Marga-marga Simalungun

Harungguan Bolon

Terdapat empat marga asli suku Simalungun yang populer dengan akronim SISADAPUR, yaitu:
Sinaga
Saragih
Damanik
Purba

Keempat marga ini merupakan hasil dari “Harungguan Bolon” (permusyawaratan besar) antara 4 raja besar untuk tidak saling menyerang dan tidak saling bermusuhan (marsiurupan bani hasunsahan na legan, rup mangimbang munssuh).

Keempat raja itu adalah:
1. Raja Nagur bermarga Damanik
Damanik berarti Simada Manik (pemilik manik), dalam bahasa Simalungun, Manik berarti Tonduy, Sumangat, Tunggung, Halanigan (bersemangat, berkharisma, agung/terhormat, paling cerdas).

Raja ini berasal dari kaum bangsawan India Selatan dari Kerajaan Nagore. Pada abad ke-12, keturunan raja Nagur ini mendapat serangan dari Raja Rajendra Chola dari India, yang mengakibatkan terusirnya mereka dari Pamatang Nagur di daerah Pulau Pandan hingga terbagi menjadi 3 bagian sesuai dengan jumlah puteranya:
Marah Silau (yang menurunkan Raja Manik Hasian, Raja Jumorlang, Raja Sipolha, Raja Siantar, Tuan Raja Sidamanik dan Tuan Raja Bandar)
Soro Tilu (yang menurunkan marga raja Nagur di sekitar gunung Simbolon: Damanik Nagur, Bayu, Hajangan, Rih, Malayu, Rappogos, Usang, Rih, Simaringga, Sarasan, Sola)
Timo Raya (yang menurunkan raja Bornou, Raja Ula dan keturunannya Damanik Tomok)

Selain itu datang marga keturunan Silau Raja, Ambarita Raja, Gurning Raja, Malau Raja, Limbong, Manik Raja yang berasal dari Pulau Samosir dan mengaku Damanik di Simalungun.

2. Raja Banua Sobou bermarga Saragih
Saragih dalam bahasa Simalungun berarti Simada Ragih, yang mana Ragih berarti atur, susun, tata, sehingga simada ragih berarti Pemilik aturan atau pengatur, penyusun atau pemegang undang-undang.

Keturunannya adalah:
Saragih Garingging yang pernah merantau ke Ajinembah dan kembali ke Raya.
Saragih Sumbayak keturunan Tuan Raya Tongah, Pamajuhi, dan Bona ni Gonrang.

Saragih Garingging kemudian pecah menjadi 2, yaitu:
Dasalak, menjadi raja di Padang Badagei
Dajawak, merantau ke Rakutbesi dan Tanah Karo dan menjadi marga Ginting Jawak.

Walaupun jelas terlihat bahwa hanya ada 2 keturunan Raja Banua Sobou, pada zaman Tuan Rondahaim terdapat beberapa marga yang mengaku dirinya sebagai bagian dari Saragih (berafiliasi), yaitu: Turnip, Sidauruk, Simarmata, Sitanggang, Munthe, Sijabat, Sidabalok, Sidabukke, Simanihuruk.
Ada satu lagi marga yang mengaku sebagai bagian dari Saragih yaitu Pardalan Tapian, marga ini berasal dari daerah Samosir.
Rumah Bolon Raja Purba di Pematang Purba, Simalungun.

3. Raja Banua Purba bermarga Purba
Purba menurut bahasa berasal dari bahasa Sansekerta yaitu Purwa yang berarti timur, gelagat masa datang, pegatur, pemegang Undang-undang, tenungan pengetahuan, cendekiawan/sarjana.

Keturunannya adalah: Tambak, Sigumonrong, Tua, Sidasuha (Sidadolog, Sidagambir). Kemudian ada lagi Purba Siborom Tanjung, Pakpak, Girsang, Tondang, Sihala, Raya.

Pada abad ke-18 ada beberapa marga Simamora dari Bakkara melalui Samosir untuk kemudian menetap di Haranggaol dan mengaku dirinya Purba. Purba keturunan Simamora ini kemudian menjadi Purba Manorsa dan tinggal di Tangga Batu dan Purbasaribu.
4. Raja Saniang Naga bermarga Sinaga atau Tanduk Banua (terletak di perbatasan Simalungun dengan tanah Karo)
Sinaga berarti Simada Naga, dimana Naga dalam mitologi dewa dikenal sebagai penebab Gempa dan Tanah Longsor.

Keturunannya adalah marga Sinaga di Kerajaan Tanah Jawa, Batangiou di Asahan.

Saat kerajaan Majapahit melakukan ekspansi di Sumatera pada abad ke-14, pasukan dari Jambi yang dipimpin Panglima Bungkuk melarikan diri ke kerajaan Batangiou dan mengaku bahwa dirinya adalah Sinaga.

Menurut Taralamsyah Saragih, nenek moyang mereka ini kemudian menjadi raja Tanoh Djawa dengan marga Sinaga Dadihoyong setelah ia mengalahkan Tuan Raya Si Tonggang marga Sinaga dari kerajaan Batangiou dalam suatu ritual adu sumpah (Sibijaon).Tideman, 1922

Beberapa Sumber mengatakan bahwa Sinaga keturunan raja Tanoh Djawa berasal dari India, salah satunya adalah menrurut Tuan Gindo Sinaga keturunan dari Tuan Djorlang Hatara.

Beberapa keluarga besar Partongah Raja Tanoh Djawa menghubungkannya dengan daerah Nagaland (Tanah Naga) di India Timur yang berbatasan dengan Myanmar yang memang memiliki banyak persamaan dengan adat kebiasaan, postur wajah dan anatomi tubuh serta bahasa dengan suku Simalungun dan Batak lainnya.

Marga-marga perbauran

Perbauran suku asli Simalungun dengan suku-suku di sekitarnya di Pulau Samosir, Silalahi, Karo, dan Pakpak menimbulkan marga-marga baru. Marga-marga tersebut yaitu:
Saragih: Sidauruk, Sidabalok, Siadari, Simarmata, Simanihuruk, Sidabutar, Munthe dan Sijabat
Purba: Manorsa, Simamora, Sigulang Batu, Parhorbo, Sitorus dan Pantomhobon
Damanik: Malau, Limbong, Sagala, Gurning dan Manikraja
Sinaga: Sipayung, Sihaloho, Sinurat dan Sitopu

Selain itu ada juga marga-marga lain yang bukan marga Asli Simalungun tetapi kadang merasakan dirinya sebagai bagian dari suku Simalungun, seperti Lingga, Manurung, Butar-butar dan Sirait.

Zaman raja-raja Simalungun, orang yang tidak jelas garis keturunannya dari raja-raja disebut “jolma tuhe-tuhe” atau “silawar” (pendatang). Fenomena sosial ini diakibatkan adanya hukum marga yang keras di Simalungun menyatukan dirinya dengan marga raja-raja agar mendapat hak hidup di Simalungun.
Demikianlah sehingga makin bertambah banyak marga di Simalungun. Tetapi meski demikian sejak dahulu hanya ada empat marga pokok di Simalungun yakni Sisadapur : Sinaga, Saragih, Damanik dan Purba.

Setelah raja-raja dikuasai Belanda sejak ditandatanganinya Korte Verklaring (Perjanjian Pendek) tahun 1907 dan dihapuskannya kerajaan/feodalisme dalam aksi Revolusi Sosial tanggal 3 Maret 1946 sampai April 1947, peraturan tentang marga itu hapus di Simalungun. Masing-masing marga kembali lagi ke marga aslinya dan ke sukunya semula.

Penambahan Marga

Pada tahun 1930, Pdt. J. Wismar Saragih pernah menuliskan surat permohonan pada kumpulan Raja-Raja Simalungun yang berkumpul di Pematang Siantar yang meminta agar Raja-Raja tersebut menetapkan marga-marga baru sebagai tambahan kepada marga resmi Simalungun dengan maksud agar semakin banyak marga Simalungun seperti pada suku lain. Walaupun ide tersebut diterima oleh Raja-Raja tersebut namun permohonan J. Wismar Saragih belum disetujui karena belum tepat waktunya.

Karena alasan tersebut di atas, sebagian orang berpandangan bahwa masih ada kemungkinan bertambahnya Marga-marga di Simalungun. Hal ini senada dengan apa yang pernah dituliskan mengenai asal-usul beberapa Marga. Semisal Marga Saragih Garingging, yang disebut beberapa sumber berasal dari keturunan Pinangsori, dari Ajinembah (sebuah daerah di Kabupaten Karo) dan bermigrasi ke Raya sehingga bertemu dengan Raja Nagur dan dijadikan marga Saragih Garingging.[5] Begitupun marga Purba Tambak, disebutkan berasal dari penduduk daerah Pagaruyung yang bermigrasi ke daerah Natal, kemudian ke Singkel, hingga tiba di daerah Tambak, Simalungun. Keturunannya kemudian menikah dengan keturunan Raja Nagur dan mereka dijadikan sebagai bagian dari Purba, yaitu Purba Tambak.[6] Marga Damanik juga disebut sebagai pendatang yang menikah dengan keturunan Tuan Silampuyang yang bermarga Saragih dan kemudian diberi marga.

13 Comments

  1. Elfizon Anwar
    Posted Agustus 20, 2008 at 7:13 pm | Permalink

    Apakah dengan banyaknya -marga- akan membuat kita semakin sempit dalam menempuh hidup ini? Ya yang pasti kita sulit mencari pasangan!. Dari sudut agama kita tidak dilarang, tetapi dari sudut adat kita terlarang!. Ya kedua, pentasbihan marga ini merupakan strategi Belanda untuk kita semakin terpeceh belah?.

  2. Posted Desember 17, 2008 at 6:55 pm | Permalink

    maraga saragih garingging itu dari mana??????????

  3. Posted Desember 17, 2008 at 7:02 pm | Permalink

    saragih itu masuk marga apa pada batak?

  4. Posted Januari 28, 2009 at 7:30 pm | Permalink

    emangnya berapa banyak sich marga itu…???
    emangnya gak bisa apa kalo kawin dengan satu marga atau 1 pergumulan misalnya temen aku marga sihombing trus kawin sama marga nababan …!!!
    itu gimana tuch …!!
    itu cuma misalkan lho

    di sebagian besar suku batak malah beranggapan perkawinan dalam satu pomparan adalah suatu pelanggaran adat, mau liate

  5. christy pardede
    Posted Februari 7, 2009 at 11:56 am | Permalink

    apa perbedaan marga saragih dengan saragi??
    apa sekarang masih berlaku aturan yang tidak boleh nikah dengan semarga?
    bagaimana dengan orang yang melanggar aturan itu?

  6. Posted Februari 20, 2009 at 7:17 pm | Permalink

    Betul memang kalau melihat banyaknya marga di simalungun khususnya bisa membuat saya jadi bingung, tapi itulah dia, dan harus saya terima dan harus kupelajari, agar saya tahu naijado Besan, pnlgn. Pokoknya Sejarah Simalungun jangan ditinggalkan !!!

  7. inta Sinaga
    Posted Maret 2, 2009 at 12:58 pm | Permalink

    Sebenarnya marga Sinaga itu jenisnya apa aja n nomor nya?

    maksudnya jenis apa?

  8. Posted Maret 6, 2009 at 4:16 pm | Permalink

    maksudnya pertanyaan nya yg di atas, jenis sinaga apa saja, contohnya Sinaga Bonor, selain itu apakah masih ada?

    ini ilustrasi nya ttg marga sinaga ito, moga membantu. silahkan klik di Tarombo Batak: Tarombo sehari hari

  9. prima
    Posted Juli 8, 2009 at 5:35 pm | Permalink

    manalu itu sama dengan marga apa ya kalau di karo?

  10. fadlhinsyah damanik
    Posted Oktober 26, 2009 at 10:06 am | Permalink

    aku msih bngung tntang marga2 simalungun..krna aku sndri dlhirkan hanya mngikuti mrga yang sdah ada.
    ada yang blang harahap itu msih stu mrga simalungun..
    apa benar itu..??
    tolong berikan penjelasan..

  11. Jegdi sahman tuah p
    Posted November 7, 2010 at 10:36 pm | Permalink

    Tolong dong di jelasin sejarah purba pak2 krna sampai hari ini sy sbgi purba pak2,tidak mau masuk kumpulan toga simamora krna sy merasa tidak merupakan bagian dr toga simamora…

  12. anita purba
    Posted November 11, 2010 at 4:30 pm | Permalink

    kl purba sihala asal dari mana y?

  13. apengsaragih
    Posted Juni 19, 2012 at 4:11 am | Permalink

    saragih simarmata asal usul/sejarahnya bagaimana ya…


Tulis sebuah Komentar

Required fields are marked *
*
*